Jumlah Publikasi Ilmiah Ditargetkan Lewati Malaysia



Meski belum ideal, capaian pada 2016 menunjukkan iklim riset di Indonesia membaik, salah satunya dari sisi kenaikan jumlah publikasi ilmiah taraf internasional. Dengan intervensi kebijakan, pemerintah yakin bisa mengalahkan jumlah publikasi internasional Malaysia dalam dua tahun. Jumlah publikasi ilmiah terindeks Scopus dari Indonesia pada 22 Desember 2016 mencapai 9.457 karya. Itu melewati target Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang mematok angka 6.229 publikasi terindeks Scopus pada 2016. Jumlah itu juga naik dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebanyak 7.639 karya. Jumlah publikasi semestinya bisa lebih tinggi karena sumber daya manusia belum optimal berkontribusi di bidang riset. Indonesia punya potensi berupa 6.000 guru besar dan 31.000 lektor kepala (dosen bergelar doktor). Jika seorang guru besar diwajibkan menghasilkan minimal satu publikasi ilmiah per tahun dan lektor kepala minimal satu publikasi per dua tahun, dua tahun lagi akan ada 18.500 publikasi ilmiah.

Ditambah dengan potensi sumber daya manusia lain, jumlah publikasi terindeks Scopus bisa mencapai 27.000 karya setahun. Saat ini, ada sekitar 151.000 akademisi dan peneliti berpotensi menghasilkan publikasi ilmiah. “Kita akan mengalahkan Malaysia. Saya yakin tercapai asalkan dana tersedia,” ujar Nasir. Data hingga 22 Desember terkait jumlah publikasi ilmiah terindeks Scopus pada 2016, Malaysia memiliki jumlah terbanyak di Asia Tenggara, yakni 24.168 publikasi, disusul Singapura (18.125 publikasi), Thailand (12.611 publikasi), Indonesia, dan Filipina (2.288 publikasi).

Sebelumnya, Nasir menyatakan, kewajiban bagi profesor dan lektor kepala itu mulai berlaku tahun depan. Kewajiban akan dikaitkan dengan evaluasi berbagai tunjangan negara bagi guru besar dan lektor kepala di perguruan tinggi. Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek dan Dikti Muhammad Dimyati menambahkan, jumlah publikasi ilmiah adalah salah satu indikator kemajuan riset sehingga ketertinggalan dibandingkan degan negara ASEAN lain perlu dikejar. Semakin banyak publikasi bertaraf internasional, kian banyak riset bermutu unggul dan sesuai kebutuhan industri. “Jadi, banyak yang bisa didorong ke industri,” ucap Dimyati.

Capaian lain, jurnal ilmiah nasional yang terindeks Directory of Open Access Journals (DOAJ) per 22 Desember mencapai 484 jurnal, lebih baik dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Jumlah paten tahun ini 1.960 paten, melampaui target yang dipatok 1.735 paten. Menurut Dimyati, salah satu faktor pemicu perbaikan dunia riset nasional tahun ini adalah intervensi kebijakan pemerintah. Contohnya, revisi Undang-Undang Paten dengan terbitnya UU No 13/2016 tentang Paten beserta regulasi turunannya. Regulasi itu memungkinkan pemilik paten dibebaskan dari biaya pemeliharaan paten selama lima tahun. Paten bisa diwariskan dan diwakafkan. Hal itu mendorong lebih banyak periset menghasilkan paten.

Referensi

Jumlah Publikasi Ilmiah Ditargetkan Lewati Malaysia


Leave a Reply